Banyak orang mengira bahwa menjadi desainer UI/UX yang baik cukup dengan menguasai tools dan teknik. Padahal, yang paling sulit—dan paling penting—adalah membangun pola pikir: cara berpikir kritis, empati terhadap pengguna, inklusivitas dalam merancang, hingga ketenangan mengambil keputusan di tengah tekanan. Artikel ini mengajak pembaca untuk menelusuri lapisan terdalam dari proses kreatif seorang desainer—dimulai dari pengalaman otodidak sejak SMA, hingga menyadari bahwa kekuatan terbesar bukanlah pada skill teknis, tapi pada cara kita melihat, merespon, dan memaknai masalah. Sebuah eksplorasi jujur tentang kerja keras, refleksi diri, dan bagaimana pikiran adalah alat desain paling mendasar yang sering dilupakan. Artikel ini bukan hanya tentang desain, tapi tentang menjadi manusia yang berpikir dan merasa.